Sabtu, 02 Juni 2012

PUISI


DOA KEMARAU PETANI TEMBAKAU

Oleh: Zuhrotul Makrifah

I
Puji Tuhan
Kekasihku membelah ladang dengan percikan doa di tangan
“Sebentar lagi akan kita tiup kemarau jadi mantra .
Semoga cerlang segala usaha”

Dalam petakan nasib mengolah cemas
Got-got menusuk kaki
Merayu tanah untuk bekal mengaji
Sumur. Umur. Tandur. Subur.

Bersama bibit sebagai bekal
Kami panggul mentari,
Kami kecup dedaun setiap pagi
Semoga belalang tak suka mampir
Biar tak patah segala pikir
: Karena batang tak lebih kuat dari punggung kami

Ulat-ulat tak luput mengingatkan
Anak gadis telah siap dipinang orang
Maka kami titipkan sepetak sawah pada musim
Semoga angin tak pernah murung
Meski sumur di dada kami disedot
Buat luruskan keriting nasib

II
Juni dan juli adalah tempat kami melilitkan kain di pinggang
Biar kuat tangan menimba. Semenjak anak gadis mulai dewasa
Kekasihku kian perkasa. Membelah ladang dengan percikan doa

Menjelang agustus berahir, doa mulai menguning
Seperti senja di mata kami. Tautkan puja
“Semoga hujan tak kunjung tiba.
Semoga cerlang segala usaha”

Kekasih akan segera datang

Anak gadis hendak dipinang

III
Waku perjumpaan diawali dari bawah
Begitulah petani berdebar resah
“Semoga hujan tak kunjung tiba.
Semoga cerlang segala usaha”

Temali disiapkan untuk mengikat takdir
Biar tak jatuh jadi sampah
Atau tertinggal di gundukan tanah
Begitulah

Kami sabar mengangkut doa-doa
Membawa pulang daun hijau tua

IV
Jika sebelum usai september hujan telah lupa tempat sembunyi
Maka doa akan dikebiri
Seolah Tuhan sedang mengangkut samudra
Biar tumpah di rumah kami
Dan segalanya akan hanyut. Segalanya hanyut.

“Anak gadis urung dipinang.
Anak gadis jadi kunang-kunang seberang”

Ah,

V
Kemarau adalah tempat kami menanam sajadah
Sambil membenamkan tembakau di pucuk mata

Hujan
tiba-tiba akan sangat agung
Suka menentukan nasib kami yang hijau tua

“Semoga hujan tak kunjung tiba.
Semoga cerlang segala usaha”

Kendal, oktober 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar