TEATER SEMUT KENDAL


SELINTAS PERJALANAN TEATER SEMUT KENDAL


PROLOG

Ketika aku didaulat teman-teman muda anggota Teater Semut Kendal untuk menulis perjalanan Teater Semut Kendal, aku merasa beban sangat berat ada di pundakku. Sebab, sebenarnya aku bukan satu-satunya saksi sejarah yang masih hidup di Kendal. Namun, mungkin karena aku yang masih eksis maka mereka memandang aku-lah yang  paling mungkin menuliskannya. Sebab, bagi mereka, hal ini penting untuk mengenal lebih dalam tentang komunitasnya.

Walau dengan tertatih-tatih karena harus me-review jutaan peristiwa yang berlangsung 29 tahun lamanya, aku paksakan diriku untuk menuliskannya. Wajar bila segala yang aku ceritakan ini hanya sejauh yang aku tahu/mampu ingat. Di luar itu, pasti masih banyak yang belum terungkap. Oleh karena itu, satu permintaanku pada mereka, semua yang aku tuliskan ini harus terus diklarivikasi kepada saksi sejarah lain yang masih ada. Betapa pun, sejarah harus diusahakan seobjektif mungkin, agar mereka mempunyai proyeksi yang lebih tepat mengenai komunitasnya.



BABAK ‘MENDIRIKAN’

Suatu hari di pertengahan tahun 1981, Bambang Suseno, salah seorang penggiat seni di zamannya, menyampaikan kegelisahannya kepadaku untuk mendirikan kelompok teater di Kendal. Pernyataan dukungan langsung aku sampaikan kepada Bung Nono (begitu Bambang Suseno sering kami panggil) atas dasar kegelisahan yang sama. Saat itu, pamor Kelompok Studi Seni Remaja Kendal (KSSRK) yang dikomandani Gunoto Saparie (seorang sastrawan) mulai meredup, bahkan boleh dibilang mati suri.

Kebetulan karena aku harus hijrah ke Semarang untuk menempuh studiku, aku hanya bisa menyarankan kepada Bung Nono untuk mengajak teman-teman lain yang punya kegelisahan serupa. Maka, terkumpullah antara lain Noeng Runua (seorang sastrawan yang juga berteater, kini menjadi redaktur RCTI), Haryo Suseto (kakak Bambang Suseno, kala itu aktif di musik), Moh Isnaini (sekarang menjadi guru di Wonogiri), Qomaruzzaman Effendi  (sekarang jadi pegawai PT Pos di Kisaran) dan Abdul Khamid (alm).

Pada tanggal 4 Oktober 1981, secara resmi Teater Semut didirikan di Balai Kesenian Remaja Kendal. Berdirinya komunitas baru ini oleh beberapa pihak dianggap sebagai salah satu penyebab ‘mati’-nya KSSR Kendal sehingga mengundang pro-kontra bagi sebagian pelaku seni di Kabupaten Kendal saat itu. Pada kenyataannya, justru karena KSSRK tak lagi berkegiatan-lah yang memicu berdirinya komunitas baru sebagai media pengembangan ekspresi dan kreativitas generasi muda dalam bidang seni.

Nama ‘semut’ sendiri dipilih semata mengambil filosofis semut, binatang kecil yang selalu guyub dalam berbagai hal; selalu saling menguatkan dan meneguhkan antar-mereka; penuh rasa kekeluargaan dengan daya hidup yang luar biasa; punya tekad dan kemampuan membela serta mempertahankan diri yang  sangat hebat pula.



BABAK MERANGKAK

Meski pada awalnya aku tidak dapat terlibat langsung secara aktif di dalamnya, Teater Semut terus hidup dan berkembang. Secara organisatoris, kami merangkak tumbuh bagai sekelompok semut merah yang merebak kemana-mana. Qomaruzzaman Effendi (meski  masih tergolong junior saat itu) tapi oleh teman-teman diangkat menjadi Ketua (pertama) Teater Semut Kendal.

Sistem keanggotaan yang bebas dan sangat terbuka, menjadikan banyak remaja terlibat di dalamnya. Kebanyakan mereka pelajar SMP, SMA, beberapa mahasiswa, beberapa karyawan dan beberapa pencari kerja. Dalam kondisi demikian, laiknya komunitas teater di sebuah kota kecil lain,  para anggota cenderung keluar-masuk dalam waktu singkat. Dapat dikatakan sangat jarang yang mau terus bertahan lebih dari dua tahun. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, sebagian besar di antara mereka hanya ‘ikut-ikut’-an. Sehingga secara berkelakar aku sering menyebutnya mirip ‘karang taruna’. Kehadiran mereka sangat dinamis, dengan banyak minat dalam berbagai bidang seni. Jadilah, walau namanya “teater”, tapi juga mengadakan kegiatan seni lain, seperti sastra, musik, bahkan tari. Toh, semua masih berhubungan estetis.

Dalam bidang sastra, hampir seluruh pegiat Teater Semut aktif juga nulis di koran. Dalam bidang musik, Teater Semut pernah menjadi Juara II Vocal Group se-kabupaten dalam Lomba Vocal Group yang diselenggarakan oleh pemda. Beberapa kali aktif mengikuti pergelaran vocal group kala itu.

Dalam bidang teater (sebagai basic kegiatan) pun para anggota terus menempa diri, di bawah pelatih Bambang Suseno dan Noeng Runua. Latihan-latihan rutin dan latihan alam sempat dilaksanakan. Namun karena keberagaman minat itulah yang, menurutku, membuat latihan jadi kurang efektif.

Garapan pertama kami adalah “Perawan di Sarang Penyamun” karya Motinggo Busye dengan sutradara Noeng Runua. Pementasan pertama ini dilaksanakan dengan tajuk Pentas Kawin Teater Lingkar Semarang dan Teater Semut Kendal, dilaksanakan di Gedung Sasana Budaya (sekarang GOR  Bahureso) Kendal. Karena hambatan studiku, saat itu aku hanya menjadi pengamat saat pertunjukan dilaksanakan.

Dalam masa merangkak ini, Teater Semut juga mengembangkan diri dalam bidang lawak. Bambang Suseno, Khoirudin Susanto, Abdul Khamid, Qomaruzzaman Effendi, Marliantina dan (sesekali) aku, mencoba-coba dunia lawak. Kami keluar-masuk desa menerima ‘tanggapan’ masyarakat yang mengadakan hajatan. Beberapa kerjasama dengan lembaga/instansi lain pun dilakukan. Misalnya, dengan BKKBN melalui siaran penyuluhan KB di TVRI. Sayang, kegiatan itu hanya berlangsung satu kali.



BABAK ‘BELAJAR BERJALAN’

Beberapa tahun kemudian, Bung Zaman harus mengejar cita-citanya dengan pergi ke Medan. Jabatan Ketua Teater Semut digantikan oleh Bung Abdul Majid. Sayang, tidak berapa lama, Bung Majid pun hijrah ke Jakarta mengejar hidupnya menjadi seorang ‘kyai’. Dalam keadaan demikian, berdasarkan mufakat seluruh anggota, ditetapkanlah Bung Edi Susilo menggantikan kedudukan Bung Majid. Namun, belum genap dua tahun, Bung Edi juga harus mengejar mimpinya hijrah ke Jakarta.

Dalam babak ini, kami menyiapkan tiga buah naskah paket (sewaktu-waktu siap pentas dan ‘ditanggap’), yaitu: “Pinangan”, “Madu”, dan “Mahkamah di Seberang Maut”. Naskah “Madu” dan “Mahkamah di Seberang Maut” sempat digulirkan, namun sayang, karena keadaan anggota yang makin sibuk dengan sekolah/kuliah dan pekerjaan masing-masing, paket-paket ini akhirnya terbengkalai.

Dalam keadaan krisis anggota, sekitar tahun 1986, Teater Semut Kendal hampir lumpuh akibat kehilangan induk semangnya. Terpaksa, aku sanggup diberi kepercayaan menjadi ketua. Aku katakan ‘terpaksa’, karena saat itu Bung Noeng Runua sudah hijrah ke Jakarta, sementara Bung Nono menetapkan diri menjadi guru yang baik hingga kesibukannya tidak dapat diganggu gugat.



BABAK ‘BERJALAN’

Dalam babak ini keanggotaan Teater Semut benar-benar krisis. Hanya tersisa dua orang yang berani tetap berkomitmen, Bung Munawier Hussain dan aku sendiri. Berdua kami bersepakat tetap menghidupi komunitas ini dengan segala resikonya. Untuk mengatasi kesulitan pendanaan, Bung Nawier dan aku (selanjutnya Bung Singgih Prasetyono ikut bergabung), kami mendirikan TEESKA ENTERTAINMENT. Lembaga ini bersifat profit dan diarahkan menjadi event organizer dalam berbagai bidang. Tujuan utamanya: berusaha secara sah dan halal mencari dana untuk menghidupi Teater Semut.

Dari sisi keanggotaan awalnya memang tertatih-tatih. Namun, berkat kerja ‘setengah mati’ itu, Teater Semut dapat berjalan tegak lagi berkat masuknya banyak anggota baru dari berbagai kalangan. Satu hal yang menarik, pada babak ini kami lebih spesifik menekuni seni teater dan sastra. Ya, komitmen kami berdua (Bung Nawier dan aku) memang ingin lebih fokus hanya pada dua bidang seni itu. Alhamdulillah, justru dalam keyakinan kami yang demikian inilah ternyata banyak peminat lagi. Hal itu lebih didukung dengan dilaksanakannya penggarapan “Wot Atawa Jembatan” karya ANM Massardi.

Selain itu, kami kembali menyiapkan beberapa naskah paket dengan pemain dan sutradara baru. Paket itu berupa empat buah naskah: “Kebebasan Abadi”, “Pinangan”,  “Orang Kasar”, dan “Korban”. Pada kenyataannya, sempat beberapa kali “Pinangan”, “Orang Kasar” dan “Korban” ditanggap, hingga beberapa kali keliling ke sekolah, desa-desa dan instansi yang membutuhkan. Namun, sayang, bergulirnya waktu membuat beberapa anggota yang terlibat dalam paket-paket itu kembali memilih profesi masing-masing dan sibuk di dalamnya. Sehingga terpaksa proyek paket itu pun terhenti lagi setelah berlangsung lebih kurang tiga tahun.

Pada babak ini juga mulai kami adakan acara Lomba Baca Puisi se-Kabupaten Kendal memperebutkan Trophy Bergilir Bupati Kendal. Untuk selanjutnya mulai sekitar tahun 1994, kegiatan itu kami kemas dalam Gelar Budaya Teater Semut Kendal, dengan jenis lomba dan skop yang lebih luas (se-Jawa Tengah) sampai saat ini.

Melalui Gelar Budaya ini, diselenggarakan berbagai jenis lomba: baca puisi (tingkat umum se-Jawa Tengah, tingkat SD, tingkat SMP, tingkat guru se-Kabupaten Kendal), akting, tulis puisi, tulis surat cinta, tulis cerpen, festival teater, bercerita bahasa Jawa, mewarnai, melukis, dan sebagainya. Kegiatan lain yang dikemas dalam Gelar Budaya adalah pentas teater.

Dalam babak ini juga dapat dilaksanakan program yang sejak lama menjadi impianku: anggota Teater Semut menjadi pelatih di berbagai sekolah. Program ini mulai dapat terlaksana sejak 1995 hingga sekarang. Misalnya: Aslam Kussatyo (1995, MAN Kendal), M. Nasori (2005, SMA N 1 Kendal), M. Hidayat (2007, SMKN 1 Kendal), Susilo (2008, SMK NU Al-Hidayah Kendal), Isrowiyah (2009, SMA Pondok Selamat Kendal) dan sebagainya.

Satu lagi, babak ini mulai meluncurkan motto (sejujurnya itu adalah semangat pribadiku) yang berbunyi: MENGALIR TANPA HANYUT, BERKARYA TANPA BANYAK KATA.



BABAK KONTEMPORER

Kepengurusanku berlangsung sangat lama, karena keadaan anggota yang selalu keluar-masuk. Jangankan melakukan reorganisasi, proses regenerasi pun sempat beberapa kali mengalami hambatan. Anggota yang berani mempertahankan komitmen pada seni teater makin tahun makin sulit diperoleh. Hingga pada akhir 2009, dapat dilaksanakan reorganisasi melalui pemilihan umum yang luber. Semenjak akhir 2009, Ketua Teater Semut Kendal dipercayakan kepada Bung Susilo.





EPILOG

Aku yakin masih banyak yang masih harus ditambahkan dalam ceritaku ini. Banyak hal yang baik tapi juga ada kelemahan-kelemahan di setiap generasi. Maka, mudah-mudahan cerita ini dapat terus disempurnakan dan dilengkapi sehingga dapat dijadikan alat introspeksi untuk kemajuan bersama.

Mudah-mudahan, Teater Semut tidak mati sampai kapan pun, bahkan ketika para pendahulunya lampus. Dinamika pasti terjadi. Yang penting, bagaimana kita mengatasi dan menyikapi nya dengan bijak/dewasa.





Kendal,  7  Agustus 2010

Aku,





Aslam Kussatyo





















































INFO-INFO PENTING

A.   Beberapa naskah yang pernah dipentaskan antara lain:



1.      Anak Perawan di Sarang Penyamun ( Karya: Motinggo Busye) -1982

2.      Mahkamah di Seberang Maut (Karya: Imam Prakosa) - Paket

3.      Pinangan (Karya: Anton Chekov) – Paket

4.      Madu (Karya: Anton Chekov) – Paket

5.      Joko Bodho (Karya: Darwin Khudori)  - 1984

6.      Ayahku Pulang – 1985

7.      Ruang Tunggu – 1985

8.      RT Nol RW Nol ( Iwan Simatupang) -1986

9.      Matahari di Sebuah Jalan Kecil ( Arifin C Noor) -1987

10.Bila Malam Bertambah Malam ( Putu wijaya) – 1988

11.Roro Ireng – 1989

12.Wot Atawa Jembatan ( ANM Massardi) – 1990

13.Orang – Orang Malam (Putu wijaya) – 1991

14.Kebebasan Abadi ( CM Naas) – 1992

15.Korban (Putu wijaya) – 1994

16.Galur ( Aslam Kussatyo) – 1995

17.Orang Kasar (Anton Chekov) - 1996

18.Rintrik ( adaptasi Aslam Kussatyo) – 1997

19.Sang Pemburu ( adaptasi Alex Poerwa) – 1998

20.Korban (Putu wijaya) – 1999

21.Refleksi Keagunganmu – 2000

22.Garba ( Aslam Kussatyo) – 2001

23.Issyu (Heru Kesawamurti) – 2002

24.Refleksi Kemerdekaan I (Aslam Kussatyo) – 2003

25. Garba ( Aslam Kussatyo) – 2004

26.Refleksi Kemerdekaan II (Aslam Kussatyo) – 2004

27.Konstelasi Tata Warna (Aslam Kussatyo) – 2004

28.Pentas Peduli Aceh (Aslam Kussatyo) – 2005

29.Rintrik (Aslam Kussatyo) – 2005

30.Kuda –Kuda ( NM. Massardi) – 2006

31.Refleksi Kemerdekaan III(Aslam Kussatyo) – 2007

32.Pentas Hari Anti Narkoba (Aslam Kussatyo) – 2008

33.Labirin Sukma (Aslam Kussatyo) –  Gelar Budaya 2008

34.Labirin Sukma (Aslam Kussatyo) – Pentas Keliling Empat Kota 2009

35.Mayat ( Putu Wijaya) – 2009

36.Dramatisasi  Puisi awal tahun di Teater Gema IKIP PGRI Semarang  - 2010

37.Dramatisasi  Puisi ( Seratus Hari Gusdur) – 2010

38.Ketika Iblis Menikahi Seorang Perempuan (Nicollo Machiavielli) – 2010

39.Rungkat  ( Aslam Kussatyo)-2010

40.Belum Tengah Malam - 2011



B.   Yang merancang stempel Teater Semut Kendal :   Edi Susilo.



C.    Yang membuat mars Teater Semut Kendal :   Mas Prie GS.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar