ABSURDITAS CINTA
Karya : Zuhrotul Makrifah
Telah begitu lama angin
menyapu kesunyian di raut malam. Sebuah rindu erat dalam pelukan , seolah
menunggu seseorang berkabar dan menyingkap kepedihan, setelah bermalam-malam
senantiasa sunyi mengutuk sepi.
Sebuah
paket tergeletak di atas meja, menyambutku dari tempat kerja. Ah, siapa pula
yang iseng mengirimi paket buatku? Kubiarkan bungkusan cokelat itu tetap di
meja dan segera menuju kamar mandi. Kemarau terlalu pandai membuat kusam
wajahku, ditambah carut-marut rindu yang menyita paruh jiwaku.
“
kunang-kunang-Lampung”. Sepertinya aku tak asing dengan nama itu, pikirku
setelah kembali menoleh bungkusan itu. Sebuah buku antologi puisi dan sebuah
cincin tertata rapi di dalamnya. Aku terperanjat. Siapa pula orang iseng yang
melakukan ini?. Seminggu yang lalu aku juga pernah dapat sebuah paketan yang
dikirim dari luar jawa yang berisi kaos kaki serta pensil, membuatku geregetan,
karena hingga kini aku tak tahu pengirimnya . Tapi sekarang, sebuah buku dan
cincin? Ah, kugigit cincin itu untuk memastikan itu adalah mas asli. Dan memang
benar , itu mas asli. Lalu orang gila mana yang mengirimnya untukku? Atau
jangan-jangan salah kirim?.
Priska
Aina
Jalan
Kemuning Blok 3B
No.
24 Kangkung-Kendal
Jawa
Tengah-51353
Alamat
dan nama itu jelas-jelas tertuju padaku.
“Ma,
paketan yang Papa kirim sudah sampai belum?” sebuah sms tiba-tiba menjawab
penasaranku.
“Ah,
jadi dia yang mengirim untukku?” pikirku dalam hati.
Kami
bertemu dalam puisi di facebook sekitar bulan agustus 2010. Namanya Rian
Mandala. Dia seorang penyair absurd yang amat tangguh pada pendirian. Namun semua
itulah yang membuatku kian dekat dengannya. Setiap membaca puisinya, seolah aku
merasa itu jiwaku yang menuliskannya. Imajinasi menautkan asmara yang nyata
dalam nafas kami. Sekudus kepedihan-kepedihan yang kami kisahkan.
Hari
demi hari merenda puisi jadi hati. Kami jatuh cinta lewat jiwa. Nyanyikan suara
terpedih bagi para kekasih. Kami saling berpeluk dalam balutan jarak, tapi
sungguh, kami merasa satu. Setidaknya, begitu yang ia katakan dan memang aku
rasakan. Dalam nafas sunyi kami berpagut, menyatu, hingga habis. Begitulah
malam-malam menautkan asmara kami.
“Ma,
bagaimana kalau kita menikah saja? Aku akan datang ke Kendal untuk menemui
orang tuamu. Kita menikah, lalu kau ikut aku ke Medan ya. Nanti kusiapkan rumah
buatmu. Kalau kau mau kerja biar tak jenuh, aku pun bisa mencarikannya. Itu bukan
hal sulit bagiku. Hanya saja, apa orang tua Mama mengijinkan Mama jadi istri ke
dua? Aku sudah bisa membayangkan betapa kecewa dan terluka mereka. Ah, Ma....
lalu bagaimana?”
Pedih.
Haru. Gamang. Entah siapa yang harus bertanggung jawab pada cinta ini. Tapi
sunggguh aku tak ingin menyakiti istri dan anak-anaknya meski aku amat
mencintainya. Kucoba jelaskan tentang ketulusan padanya, tentang cinta
anak-anaknya. Senyum mereka jauh lebih mahal dibanding cinta kami. Aku tahu
itu. Kami pun sama-sama diam.
“Pa,
aku ingin menanyakan sesuatu yabg kurang sopan, maukah kau menjawabnya?”
tanyaku suatu ketika. Dan ia mengiyakannya.
“Apa
kau pernah punya kekasih selain istrimu sebelumnya?”
Pedas
memang pertanyaan itu, tapi aku yakin dia terlalu tangguh untuk tidak
menjawabnya.
“Pernah.
Dulu aku pernah berpacaran dengan seorang penyair perempuan, dia amat dahsyat
dalam sajak. Kami sangat intim. Tapi kemudian kami berpisah karena kesibukan
masing-masing. Tak ada yang ditinggalkan ataupun meninggalkan . kami sama-sama
keras kepala. Aku pikir takkan terulang hal demikian lagi. Tapi ternyata aku
jatuh cinta padamu”
Malam
dan sajak saling melilit. Degup jantungku kian cepat mendengar pengakuannya.
Aku tiba-tiba ingat percakapan kami di awal jumpa dulu, tentang selingkuh.
Waktu itu aku bertanya apakah orang yang pernah selingkuh bisa berubah?
“Mungkin
tidak. Mungkin bisa. Tapi umumnya tidak. Dia akan selalu mencari dan mencari. Persoalannnya
bukan soal setia atau tidak, tapi selingkuh lebih kepada karakter orang itu. Banyak
faktor. Kurasa maaf, agaknya prilaku seks juga mempengaruhi. Orang yang gila
seks akan selama-lamanya selingkuh. Sebab dia bisa merasa eksis jika kehidupan
seksnya menyenangkan”.
Begitulah
penjelasanmu waktu itu, waktu kita masih hanya sebatas teman. Cinta dan
ketulusan adalah dua yang berbeda menurut penafsirannya. Pada akhirnya Kami
memutuskan untuk setia pada jarak. Dan menikah dalam sajak.
Angin dini hari merobek resah melati, meniup perawan bagi penyair-penyair gelap, seperti nyala mataku dan hambar senyummu yang kian menyatu dalam kudus jarak.
Rupa-rupa binatang kita ajak melompati percakapan. Ada semut menangis karena terjerat rambutku, kumbang kau doakan jadi bijak, kepompong memaku sayap kita. Semua berumah pada senyap rasa, hanya perkutut yang memburu tik-tok jam.
Lalu, mengapa bibir-bibir kuncup di kertas yang kau bakar bersama hutan mereka?"Langit pasti mendesah pasrah," katamu meresapi aortaku. Dan pengantin-pengantin mengekalkan bau sorga.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar