MAK
COMBLANG
Oleh:
Zuhrotul Makrifah
Sebelumnya sudah kukatakan pada Minie bahwa minggu besok
aku ada acara dengan beberapa rekan kantor, tapi dia tetap merengek setengah
memaksa untuk membantunya menyatakan cinta pada Bima A. Romeo, seorang novelis
muda di kota kami yang akhir-akhir ini mulai naik daun. Dengan beralasan bahwa
aku mengenal Raras, adik Bima, Minie beranggapan bahwa aku lebih mudah
menjumpai Lelaki keturunan Indo-Prancis itu.
Minie menceritakan segalanya yang ia tahu tentang Bima,
mulai dari karya-karyanya sampai tetek mbengek tak penting semisal jam berapa
biasanya Bima bangun pagi. Aku benar-benar tak habis pikir, cinta membuat otak
Minie linglung sepertinya.
"Za, ketika kau menjumpainya, tolong katakan ya, aku
amat menyukainya. Aku membaca semua karyanya. Aku selalu mengikuti kegiatannya.
Dan ini", dia menyerahkan sebuah kotak padaku, " tolong berikan ini
padanya ya Za".
"Kenapa tak kau temui sendiri?"
"Aku grogi. Belum siap. Hehe."
Karena telah terlanjur mengiyakan permintaan Minie, sepulang
ketemuan dengan rekan-rekan kantor aku langsung menuju rumah Bima, tentu dengan
terlebih dahulu menelpon Raras, memastikan bahwa aku bisa bertemu dengan
kakaknya. Dengan beralasan ingin menyampaikan kiriman untuk Bima, Raras
bersedia menyampaikan maksud kedatanganku dan meminta Bima untuk menungguku.
Hanya sepuluh menit naik bus dan aku telah sampai di
depan rumah Raras. Aku tak tahu, tiba-tiba rasa penasaran dan deg-degan muncul
begitu saja. Secara, selama ini setiap aku ke rumah Raras, aku belu pernah
bertemu Bima. Kata Raras, dia kuliyah di UGM dan hanya pulang tiap lebaran
saja.
Aku menekan bel, tanpa kuduga seorang lelaki tegap
membuka pintu. Ia tersenyum padaku.
"Zahra ya? mari masuk?". Bengong. "Hei,
sini masuk__"
"Oh, iya".
"Raras barusan ditelpon Ibu suruh jemput beliau ke
pasar", Bima menjelaskan, "Raras bilang kau ingin menemuiku, ada
apa?"
"Emm.. Aku hanya ingin bertemu saja, selama ini aku
mengagumi karya-karyamu lho. Aku membaca semua novelmu. Boleh dong pingin
ketemu idolaku itu. Hehe".
Bima ternyata sangat respek ketika kuceritakan tentang
antusiasmeku pada sastra, sesuatu hal yang sesungguhnya hanya aku tahu dari
Minie. Obrolan kami mengalir sangat santai sampai bima menanyakan tentang
bingkisan yang kubawa,
"Apa yang kau bawa Zahra? Apa itu untukku?",
katanya menggoda.
"Eh, iya, sampai lupa. Aku sengaja menyiapkan
bingkisan ini buatmu".
Bima tersenyum. Dan diluar dugaan dia mengecup pipiku.
"Thanks ya", katanya berbisik.
Kami semakin larut dalam obrolan seolah telah kenal lama
sebelumnya. Dan sebelum pulang kami sempat bertukar nomor HP untuk melanjutkan
obrolan selanjutnya. Aku tiba-tiba tak bisa mengerti apa yang kurasakan. Ah,__
Diperjalanan pulang aku sempat teringat Minie, "Ah,
maafkan aku Minie. Kau yang memaksaku menemui dia, bukan? Maaf".
******
Kisah ini terispirasi lagunya POTRET "MAK
COMBLANG"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar